#adslayoutleft { position:fixed; top:10px; margin-left :335px; float:left; z-index:10; } #adslayoutleft .iklankiri { float:right; clear:both; } #adslayoutleftright { float:right; position:fixed; top:10px; margin-left:-800px; z-index:10; } #adslayoutleftright.iklankanan { float:left; clear:both; }

Sunday, 25 November 2018


DAFTAR ISI




















































DAFTAR ISI…………………………………………………………………….   1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..    2
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………..   3
            1.1 Latar Belakang………………………………………………………..  3
            2.1 Tujuan………………………………………………………………… 4
            3.1 Manfaat……………………………………………………………….  4
II. PEMBAHASAN………………………………………………………………   5
            2.1 Metode Peningkatan Produksi Pertanian……………………………... 5
            2.2 Faktor Produksi Hasi Pertanian……………………………….  7
            2.3 Keterbatasan Lahan…………………………………………………… 9
III. PENUTUP…………………………………………………………………….  13
            3.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 13
            3.2 Saran………………………………………………………………….   13
    DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 14






























KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa  yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini  tepat pada waktunya yang berjudul “Macam-Macam Metode Peningkatan Produksi dan Keterbatasan Lahan”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak,antara lain dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian,dan juga teman-teman semua yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.








                                                                                                         Penulis,


                                                                                                      Kelompok 3



BAB I

 PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Dewasa ini sektor pertanian memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian dan nilai tambah, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan sebagaian besar anggota masyarakat, yaitu petani. Namun permasalahan yang seringkali terjadi dalam pembangunan pertanian adalah masih rendahnya pendapatan petani yang disebabkan permodalan dan iptek.
Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha serta mengisi dan memperluas lapangan pasar baik pasar luar negri maupun dalam negri. Produk buah-buahan ditumbuh kembangkan agar mampu mencukupi kebutuhan dalam negri termasuk agroindustri serta memenuhi kebutuhan pasar luar negri.
Salah satu informasi dasar yang dibutuhkan untuk pengembangan pertanian adalah data spasial (peta) potensi sumberdaya lahan, yang memberikan informasi penting tentang distribusi, luasan, tingkat kesesuaian lahan, faktor pembatas, dan alternatif teknologi yang dapat diterapkan. Namun, pada kenyataannya data/informasi sumberdaya lahan tersebut belum tersedia secara menyeluruh pada skala yang memadai. Sampai saat ini, informasi sumberdaya lahan yang tersedia di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala eksplorasi (1:1.000.000), sedangkan data/peta pada skala tinjau (1:250.000) baru sekitar 57% dari total wilayah Indonesia, dan peta pada skala semi detil hingga detil (1:50.000 atau lebih besar) hanya sekitar 13%.
Oleh karena keterbatasan data/peta yang tersedia tersebut, maka dalam analisis potensi lahan ini digunakan data sumberdaya lahan yang tersedia untuk seluruh Indonesia, yaitu pada skala eksplorasi (1:1.000.000). Peta tersebut hanya sesuai digunakan sebagai acuan untuk perencanaan atau arahan pengembangan komoditas secara nasional. Sedangkan untuk tujuan operasional pengembangan pertanian di tingkat kabupaten/kecamatan, diperlukan data/peta sumberdaya lahan pada skala 1:50.000 atau lebih besar, yang secara bertahap perlu dibangun.

1.2  TUJUAN

Adapun tujuan dari pada penulisan ini, kita diharapkan mampu untuk melakukan beberapa teknik yang dapat  meningkatkan produksi pertanian dan keterbatasan lahan yang ada di Indonesia dengan cara-cara yang tepat dan tidak merugikan banyak pihak, terutama bisa mengangkat derajat atau memperbaiki sisitem pertanian di Indonesia.

1.3 MANFAAT

Adapun manfaat pada penulisan ini antara lain :

·  Dapat menambah wawasan kita mengenai Pertanian secara umum.
·  Kita dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi dari sektor Pertanian
·  Kita bisa mengetahui macam-macam metode peningkatan produksi sektor   Pertanian.
·  Kita bisa menerapkan metode peningkatan produksi Pertanian tersebut.




























BAB II

PEMBAHASAN

2.1.METODE PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN

1. Intensifikasi Pertanian
membajak sawah
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi pertanian banyak dilakukan di Pulau Jawa dan Bali yang memiliki lahan pertanian sempit.

Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program Panca Usaha Tani, yang kemudian dilanjutkan dengan program sapta usaha tani. Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian meliputi kegiatan sebagai berikut :
  • Pengolahan tanah yang baik
  • Pengairan yang teratur
  • Pemilihan bibit unggul
  • Pemupukan
  • Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
  • Pengolahan pasca panen
pengairan yang teratur  menyemprot hama


2. Ekstensifikasi Pertanian
lahan pertanian yang luas
Adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut.
Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang penduduk seperti di luar Pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya.


3. Diversifikasi Pertanian
Adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian.
Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
  • Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan.
  • Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi ladang.
4. Mekanisasi Pertanian
penggunaan mesin pertanian modern
Adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan mesin-mesin pertanian modern. Mekanisasi pertanian banyak dilakukan di luar Pulau Jawa yang memiliki lahan pertanian luas. Pada program mekanisasi pertanian, tenaga manusia dan hewan bukan menjadi tenaga utama.
5. Rehabilitasi Pertanian
            Adalah usaha memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman yang lebih produktif.
Sebagai tindak lanjut dari program-program tersebut, pemerintah menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
  • Memperluas,memperbaiki dan memelihara jaringan irigasi yang meluas di seluruh wilayah Indonesia
  • Menyempurnakan sistem produksi pertanian pangan melalui penerapan berbagai paket program yang diawali dengan program Bimbingan Masal (Bimas) pada tahun 1970. Kemudian disusul dengan program intensifikasi Masal (Inmas), Intensifikasi Khusus (Insus) dan Supra Insus yang bertujuan meningkatkan produksi pangan secara berkesinambungan.
  • Membangun pabrik pupuk serta pabrik insektisida dan pestisida yang dilaksanakan untuk menunjang proses produksi pertanian.
Usaha-usaha meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan antara lain dengan cara :
  • Membangun gudang-gudang, pabrik penggilingan padi dan menetapkan harga dasar gabah
  • Memberikan berbagai subsidi dan insentif modal kepada para petani agar petani dapat meningkatkan produksi pertaniannya.
  • Menyempurnakan sistem kelembagaan usaha tani melalui pembentukan kelompok tani, dan Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh pelosok daerah yang bertujuan untuk memberikan motivasi produksi dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi para petan
2.2 FAKTOR PRODUKSI HASIL PERTANIAN
            Meningkatkan produktivitas merupakan pekerjaan gampang-gampang susah. Gampang karena sebetulnya kita mengetahui yang mempengaruhi hasil produksi. Susah, karena kita tidak bisa mengendalikan semua faktor-faktor tersebut.
Disamping meningkatkan hasil produksi Pertanian dengan menggunakan ke-5 metode seperti yang dijelaskan, kita juga harus mengetahui dan memahami faktor-faktor penentu dari aktivitas Pertanian tersebut.Antara lain sebagai berikut :
Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi hasil pertanian diantaranya :
1. Benih
Benih adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produksi pertanian. Faktor ini termasuk yang dapat dikendalikan. Bila kita ingin yang benih yang baik, kita tinggal membeli di toko dan pilih yang sudah teruji baik. Meskipun tidak 100% baik, namun sejauh ini kita masih dapat mempercayai benih yang dikeluarkan oleh BUMN kita dibidang perbenihan, yaitu PT. Sang Hyang Seri.
2. Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pertanian. Faktor ini termasuk faktor yang dapat dikendalikan, namun demikian adakalanya pengendalian ini tidak sepenuhnya berhasil. Pengendalian ini terkadang malah menyebabkan kondisi tanah menjadi rusak.
3. Iklim (termasuk kecukupan air)
Iklim adalah salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pertanian yang tidak dapat dikendalikan. Namun demikian kita masih dapat mengendalikan (walaupun tidak seluruhnya) misal dengan membuat drainase, dengan mengadakan hujan buatan dan lain-lain.
4. Pupuk yang diberikan
Pupuk adalah faktor yang mempengaruhi hasil pertanian, yang paling bisa kita kendalikan. Bila ingin tinggi hasilnya, berikan saja pupuk yang baik secara optimum.
5. Kondisi tanah
Kondisi tanah adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil pertanian, dan kita dapat mengendalikan, walaupun tidak semuanya. Kondisi tanah ini sering kurang dipahami oleh para petani dan para penyuluh pertanian, padahal ini termasuk faktor yang sangat penting, karena berkaitan dengan faktor pemberian pupuk.

Permasalahan yang dihadapai para petani saat ini adalah merosotnya produktivitas. Dari tahun ke tahun terlihat produktivitas padi kita cenderung mengalami penurunan. Bahkan meskipun diberi pupuk dalam jumlah yang berlebih, produksi tetap saja konstant, bahkan cenderung merosot. Dosis pupuk sekarang ini cenderung sangat tinggi. Petani belum merasa cukup bila belum memberikan pupuk sebanyak 1 ton per ha.
Permasalahan tersebut di atas disebabkan karena kondisi tanah sekarang ini kurang kondusif, yaitu karena terlalu asam (akibat pemberian pupuk kimia secara berlebih dan terus menerus), berkurangnya jasad renik dan mikroba tanah.
Sudah umum diketahui bahwa pemberian pupuk kimia secara terus menerus dapat mengakibatkan kerusakan struktur tanah dan matinya beberapa mikroba dan jasad renik dalam tanah. Salah satu fungsi jasad renik adalah mendekomposisikan (menguraikan) unsur hara sehingga mudah dikonsumsi tanaman. Beberapa mikroba (seperti rhizobium) bahkan dapat menangkap Nitrogen (N) bebas dari udara untuk dikonsumsi tanaman. Padahal kurang lebih 70% udara kita terdiri dari Nitrogen. Beberapa lainnya (seperti Michoriza), mampu menangkap P tidak tersedia untuk tanaman menjadi tersedia. Jika jasad renik dan mikroba tanaman sangat kurang jumlahnya dalam tanah, maka dapat diprediksi bahwa konsumsi pupuk akan sangat tinggi dengan hasil yang sangat kurang.
2.3. KETERBATASAN LAHAN
            Pada periode 1981-1999, di Indonesia terjadi konversi lahan sawah seluas 1.627.514ha, sekitar 1 juta ha di antaranya terjadi di Jawa. Selama kurun waktu tersebut dilakukan pula pencetakan sawah baru seluas 518.224 ha di Jawa dan 2.702.939 ha di luar Jawa. Pada periode 1997-2003, yang merupakan masa krisis multidimensi, penyusutan lahan sawah di Jawa masih terus terjadi, yaitu seluas 146.042 ha di Jawa Barat dan Banten, 115.276 ha di JawaTengah, dan 12.691 ha di Jawa Timur. Menurut data Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat tahun 2001, lahan di Jawa yang sesuai untuk pertanian mencapai 10.179.561 ha, dan yang telah digunakan 9.570.562 ha, sehingga seharusnya masih ada sekitar 600 ribu ha untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Namun di lapangan, lahan yang sesuai tersebut perlu diinventarisasi secara cermat, karena telah digunakan untuk berbagai kepentingan. Bahkan ironisnya, budi daya pertanian tanaman pangan terpaksa menggunakan lahan yang tidak sesuai untuk pertanian. Di beberapa wilayah terdapat lahan terlantar dalam luasan kecil-kecil, yang secara teknis dapat digunakan untuk pertanian, namun terkendala oleh masalah kepemilikan lahan yang tidak jelas. Dengan demikian, perluasan lahan pertanian di Jawa untuk menambah lahan garapan per RTP sudah sangat sulit dilakukan. Jumlah RTP di Jawa pada tahun 1993 sekitar 12,724 juta, kemudian meningkat menjadi 15,837 juta pada  tahun 2003, sementara luas lahan pertanian menurun dari 6,546 juta ha menjadi 6,446 juta ha. Dalam periode yang sama, rata-rata luas lahan garapan pun menurun dari 0,51 ha/RTP menjadi 0,41 ha/RTP. Pengurangan jumlah RTP sulit dilakukan karena kesempatan kerja di luar pertanian tidak berkembang. Demikian pula program transmigrasi, yang sebenarnya dapat mengurangi jumlah RTP di Jawa dengan mengalihkannya ke luar Jawa kurang berjalan lancar. Kesulitan dalam meningkatkan luas lahan pertanian dan menurunkan jumlah RTP, menjadikan sempitnya lahan garapan per RTP tetap menjadi penyebab rendahnya pendapatan petani tanaman pangan (padi dan palawija) dengan baik (good agricultural practices), sehingga sistem pertanian dapat ber- langsung secara berkelanjutan. Memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dari usaha tani tanaman pangan (padi dan palawija) dari lahan garapan yang hanya 0,4 ha jelas sangat sulit, karenaharga jual dan volume hasil komoditas relatif rendah. Pendapatan mungkin dapat ditingkatkan bila komoditas yang diusahakan tidak hanya tanaman pangan.Pendapatan petani diharapkan lebih bervariasi, dengan cara diversifikasi komoditas dan diversifikasi usaha, termasuk menambah usaha off-farm dan non-farm.
Penurunan luas lahan pertanian diharapkan tidak hanya dicegah dengan cara mengendalikan konversi lahan pertanian,baik lahan sawah maupun lahan kering.Adanya lahan pertanian abadi juga akan membantu memantapkan wilayah pertanian yang produktif. Jumlah petani di Jawa, yang sekarang lebih dari 15 juta RTP, sebaiknya tidak bertambah, bahkan seyogianya dikurangi secara bertahap menjadi tidak lebih dari 10 juta RTP, sehingga rata-rata lahan garapan menjadi sekitar 0,6 ha/RTP. Dengan lahan yang lebih luas dan usaha tani yang beragam jenis (diversifikasi), pendapatan petani diharapkan dapat meningkat.

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebutsebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasanlahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yangberdampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan,disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya danmeningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain telah menjadi salah satuancaman yang serius terhadap keberlanjutan swasembada pangan. Intensitas alihfungsi lahan masih sulit dikendalikan, dan sebagian besar lahan sawah yangberalihfungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk kategori sangat tinggi. Lahan-lahan tersebut adalah lahan sawah beririgasi teknis atau semiteknis dan berlokasi di kawasan pertanian dimana tingkat aplikasi teknologi dankelembagaan penunjang pengembangan produksi padi telah maju (Murniningtyas,2007).
Irawan (2005), mengemukakan bahwa konversi yang lebih besar terjadipada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tigafaktor,
yaitu:
(1) pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan,pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan padatanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering;
(2) akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatanproduk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerahpersawahan daripada daerah tanah kering;
(3) daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumenatau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan danpegunungan.Alih fungsi lahan sawah dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengantransaksi jual beli lahan sawah. Proses alih fungsi lahan sawah pada umumnyaberlangsung cepat jika akar penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sektor ekonomi lain yang menghasilkan surplus ekonomi.

            Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain:
·         Potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, kontribusi terhadap pendapatan nasional yang cukup besar,
·         Besarnya pangsa terhadap ekspor nasional,
·         Besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.
 Potensi pertanian Indonesia yang besar namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah pada masa lalu bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor pertanian keseluruhan.
Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan, yakni hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta pendekatannya yang sentralistik. Akibatnya usaha pertanian di Indonesia sampai saat ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan:
(a) skala kecil,
 (b) modal yang terbatas,
(c) penggunaan teknologi yang masih sederhana,
(d) sangat dipengaruhi oleh musim,
(e) wilayah pasarnya lokal,
(f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi),
(g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah,
 (h) pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani. Selain itu, masih ditambah lagi dengan permasalahan-permasalahan yang menghambat pembangunan pertanian di Indonesia seperti pembaruan agraria (konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian) yang semakin tidak terkendali lagi, kurangnya penyediaan benih bermutu bagi petani, kelangkaan pupuk pada saat musim tanam datang, swasembada beras yang tidak meningkatkan kesejahteraan petani dan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Petani, menuntut pemerintah untuk dapat lebih serius lagi dalam upaya penyelesaian masalah pertanian di Indonesia demi terwujudnya pembangunan pertanian Indonesia yang lebih maju demi tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia.





            IMPLIKASI KEBIJAKAN
1. Pengendalian konversi lahan pertanian perlu diupayakan, antara lain melalui peraturan pemerintah, didasarkan atas Undang-undang Lahan Pertanian Aba- di yang saat ini RUU-nya sedang digarap oleh DPR RI, dan akan segera disahkan menjadi undang-undang.
2.  Penyuluhan pertanian perlu ditingatkan, terutama mengenai teknologi sistem usaha tani dan cara diversifikasi usaha tani, termasuk budi daya ta- naman hortikultura dan peternakan, serta kelembagaan agribisnis.
3.  Kesempatan kerja di luar pertanian perlu ditingkatkan untuk menyerap tenaga kerja yang terkonsentrasi di pedesaan, dengan mengembangkan kegiatan perindustrian, perdagangan, dan sebagainya, serta sekolah kejuruan.
4.  Dalam jangka panjang, program transmigrasi perlu ditingkatkan untuk memindahkan petani dalam jumlah besar dan secara terencana ke luar Jawa.Dengan demikian, pertanian di Jawaakan lebih menguntungkan, dan lahan di luar Jawa dapat lebih produktif.
























BAB III

 PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Dari seluruh metode peningkatan produksi yang telah dijelaskan,metode-metode tersebut memiliki nilai positif dan juga nilai negatifnya,antara lain sebagai berikut:

  Dampak positif
  1. Meningkatnya produktivitas tanaman pangan
  2. Peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat Indonesia menjadi terpenuhi.
  3. Indonesia akan berhasil mencapai swasembada.
  4. Kualitas tanaman pangan semakin meningkat.


  Dampak negatif
  1. Berkurangnya keanekaragaman genetik jenis tanaman tertentu yang disebabkan oleh penyeragaman jenis tanaman tertentu yang dikembangkan.
  2. Adanya mekanisme pertanian, mengakibatkan cara bertani tradisional menjadi terpinggirkan.

3.2 Saran

Pada tahun 1964, Institut Pertanian Bogor mempersiapkan lima teknik pertanian yang disebut pancausaha tani. Hal-hal yang termasuk pancausaha tani adalah sebagai berikut:
a. pemupukan.
b. pemberantasan hama.
c. pemberantasan penyakit.
d. pengairan.
e. perbaikan cara bercocok tanam.

            Diharapkan dengan lima tekhnik yang dikemukakan oleh Institut Pertanian Bogor tersebut dapat membantu kita semua untuk melakukan atau melaksanakan kegiatan pertanian dengan lebih baik lagi.










DAFTAR PUSTAKA
  • Badan Litbang Pertanian, 2007a . Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah irigasi. Petunjuk Teknis Lapang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
  • Purwanto S., 2008. Implementasi kebijakan untuk pencapaian P2BN. Prosiding seminar apresiasi hasil penelitian padi menunjang P2BN. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.
  • Sembiring H, 2008. Kebijakan penelitian dan rangkuman hasil penelitian BB Padi dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional. Prosiding seminar apresiasi hasil penelitian padi menunjang P2BN. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
  • Widarto dan Yulianto, 2001. Teknologi tanam padi sistem jajar legowo dua baris. Rekomendasi paket teknologi pertanian Propinsi Jawa Tengah. BPTP Jawa Tengah.
  • Permana S, 1995. Teknologi usahatani mina padi azolla dengan cara tabam jajar legowo. Mimbar saresehan Sistem Usahatani Berbasis Padi di Jawa Tengah. BPTP Ungaran.

Friday, 29 November 2013



BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Kultur jaringan (tissue culture) merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman. Dasar teknik kultur jaringan adalah bahwa sel tanaman mempunyai sifat totipotensi yaitu kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang membentuk tanaman lengkap dalam medium aseptik yangmengandung unsur hara dan zat pengatur tumbuh yang sesuai.
Perkembangan kultur jaringan di Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan jalan di tempat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, tidaklah heran jika impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek di negara kita. Selain kesenjangan teknologi di lini akademisi, lembaga penelitian, publik dan pecinta anggrek, salah satu penyebab teknologi ini menjadi sangat lambat perkembangannya adalah karena adanya persepsi bahwa diperlukan investasi yang ’sangat mahal’ untuk membangun sebuah lab kultur jaringan, dan hanya cocok atau ‘feasible’ untuk perusahaan.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis anggrek spesies tersebar di hutan wilayah Indonesia. Potensi ini sangat berharga bagi pengembang dan pecinta anggrek di Indonesia, khususnya potensi genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial tinggi.
Potensi tersebut akan menjadi tidak berarti manakala penebangan hutan dan eksploitasi besar-besaran terjadi hutan kita, belum lagi pencurian terang-terangan ataupun “terselubung” dengan dalih kerjasama dan sumbangan penelitian baik oleh masyarakat kita maupun orang asing.
 Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena melalui kultur jarigan banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan metode konvensional.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu adanya pengetahuan tentang bagaimana proses pembuatan media dan teknik mengkultur agar dapat menghasilkan tanaman yang baik.
1.2   Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini agar kita dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan media biakan yaitu pembuatan Media Vaant and went (VW)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Tanaman
Media merupakan suatu bahan yang  sangat penting dalam  perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Suryowinoto, 1991).
Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsure murni, tetapi berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan kedalam media tumbuh, garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulul dilarutkan dalam konsentrasi tertentu, sehingga dalam media tumbuh nantinya jumlah tiap gram benar sesuai dengan ketentuan sebagai pelarut dipakai akuades (Yuwono, 2008).
2.1.1        Media MS (Murshige and skoog)
Media Murashige & Skoog (MS) merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit (Suryowinoto, 1991).
Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10 mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM (Wetter, 1991).
2.1.2        Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Potato dextrose agar merupakan salah satu media yang baik di gunakan untuk membiakkan suatu mikroorganisme, baik itu berupa cendawan/fungsi, bakteri,mauoun sel mahluk hidup. Potato dextrose agar merupakan paduan yang sesuai untuk menumbuhkan biakan (Winda, 2009). Agar-agar mengandung karbohidrat. Mengenyangkan dan menyegarkan bila disajikan dalam keadaan dingin, agar-agar bagus untuk usus karena mengandung serat. Bermanfaat bagi penderita hipertensi, kolestrol, dan diabetes, membuatnya juga mudah. ( Bagus, 2010).
Kebanyakan orang beranggapan yang dianggap mikroorganisme adalah semua organism sangat kecil yang dapat di biakkan dalam cawan petri atau incubator di dalam laboratorium dan mampu memperbanyak diri secara mitosis. Mikroorganisme berbeda dengan sel mikroorganisme. Mikroorganisme tidak bisa hidup bebas di alam melainkan menjadi bagian dari struktur multi selder yang membentuk jaringan, semtara itu sebagian besar mikroorganisme dapat menjalankan proses kehidupan mandiri, dapat menghasilkan energy sendiri, dan beradaptasi secara independen tanpa bantu sel lain (Andrew, 2012).
Karena extra potato (kentang) merupakan sumber karbohidrat, dextrose (gugusan gula, baik itu monosakarida atau polysakarida) sebagai tambahan nutrisi bagi biakan, sedangkan agar merupakan bahan media/tempat tumbuh bagi bikan yang baik, karena mengandung cukup air. (Winda 2009).
Agar-agar merupakan karbohidrat dengan molekul tinggi yang mengisi sel pada rumput laut. Agar-agar termasuk pada kelompok peletin dan tergolong suatu polimer yang terbentuk dari monomer glaktosa. Agar-agar juga bisa berbentuk bubuk dan dapat diperjual belikan (Bagus, 2010).
Media PDA (Potato Dextrose Agar) merupakan medium semisintetik. Media merupakan tempat dimana terjadi perkembangan organisme, organisme menyerap karbohidrat dari kaldu kentang dan gula serta dari agar yang telah dicampur. Hal ini lah yang menyebabkan mengapa kentang harus dipotong dadu, agar karbohidrat di kentang dapat di kelar dan menyatu dengan air sehingga menjadi kaldu. Semakin kecil permukaan maka semakin besar daya osmosirnya (Risda 2007).
Media tumbuh bagi mikroba memiliki keragaman dalam hal tipe nutrisi tergantung mikroba yang mengimbanginya. Sumber nutrien bisa berasal dari alamiah maupun buatan seperti campuran zat-zat kimiawi. Media dituang kedalam wadah-wadah selain sesuai juga disterilkan sebelum digunakan (Bagus, 2010).



BAB III
METODOLOGI
       3.1 Tempat dan Waktu
            Praktikum pembuatan media dilaksanakan di Laboratorium kultur jaringan, Universitas Jambi, pada hari selasa, 26 November2013 pukul 12.30 sampai selesai.
3.2  Alat dan Bahan
Pada kultur jaringan alat-alat yang digunakan pada praktikum kultur jaringan adalah botol kultur dan tutupnya,dissecting kit, timbangan analitik, wrapping plastic, cawan petri/kaca blok, label, tissue, laminar air flow, autoclave, bahan kimia untuk media biakan, ph meter, aluminium foil, dan pipet mikro/pipet, Erlenmeyer, gelas ukur, dan alat tulis menulis.
            Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kultur jaringan adalah, gelas kultur, plastik transparan, karet gelang, plastic tahan panas,gula,air kelapa, Air Aquadest,agar-agar 1000 mg NH4NO3, 1050 mg KNO3 ,500 mg KH2PO4  500 mg (Ca2)3PO4 , 5000 mg MgSO4 , 14 mg MnSO4.4H2O
,56 mg Fe3-Tartrat,20 g Sukrosa,.
3.3  Prosedur Kerja

1. Memasukkan 1000 mg (NH4)2NO3 kedalam elenmeyer, ditambahkan 1050 mg KNO3, 500 mg KH2PO4, 5000 mg MgSO4.7H2O, 14 mg MnSO4.4H2O, 500 mg (Ca2)3PO4 dan Fe3-Tartrat 56 mg.
2. Mengencerkan hingga volumenya 1000 mL, dan ditambahkan sukrosa 20 g dan agar 7 g.
3. Mengaduk larutan menggunakan magnetic stirrer dan memanaskannya dengan hotplate. Kemudian larutan didinginkan.
4. Membuat media dengan konsentrasi air kelapa 20% dengan cara masukan larutan sebanyak 200 mL dan ditambahkan tambahkan air kelapa 50 mL.
5. Mengkondisikan larutan agar pHnya 5,6 dan media disterilisasi dalam autoclove





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Foto  Foto
Media kultur yang baik, selain dapat dapat menyediakan seluruh kebutuhan tanaman juga harus steril dari kontaminasi. Media Vaant and went (VW), dalam praktikum ini semua media berhasil ditandai dengan media yang padat yaitu tidak mengalami pengenceran



4.2  Pembahasan
Media yang di buat dengan berbagai komposisi dengan nama yang berbeda dapat digunakan sebagai media tumbuh eksplan. Media yang digunakan dalam penanaman adalah media yang steril sebab media yang kontam tidak akan dapat menjadai media tumbuh explan.
Media VW yang ditambahkan air kelapa banyak digunakan dalam penggunaannya, Selain  itu, air kelapa  juga mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat  tumbuh sitokinin)  yang mempunyai  kemampuan  dalam merangsang  pembelahan  dan  diferensiasi sel,  terutama dalam hal pembentukan pucuk  tanaman dan pertumbuhan akar  (Hess, 1975 didalam Widiastoety et al., 1997). Selain  itu, air kelapa  juga mengandung karbohidrat yang  merupakan  bahan  dasar  untuk  menghasilkan  energi  dalam  proses  respirasi  dan  bahan pembentukan  sel-sel  baru.  Penggunaan  air  kelapa  tua  kurang  berdampak  positif  karena kandungan  zat  hara  dalam  air  kelapa  tersebut  telah  tidak mencukupi  lagi  bagi  kebutuhan tanaman.  Dalam  hal  ini,  unsur-unsur  hara  tersebut  telah  digunakan  untuk  pembentukan daging buah air kelapa (Widiastoety et al., 1997).




BAB V
PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Untuk membuat suatu media diperlukan beberapa komponen umum, antara lain: hara makro, hara mikro, asam amino dan N organik, gula, senyawa kompleks alami, vitamin, buffer, arang aktif, ZPT, dan bahan pemadat.
Selain peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu faktor utama dalam keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam.Media kultur jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media dapat digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau digunakan pada kultur.

 



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Pengenalan Alat Laboratorium Bioteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.
Suryowinoto, 1991.Kultur jaringan. http://mail.uns.ac.id/~subagiya/struktur. Diakses pada tanggal 09 Maret 2013.
Trigiano, RN and Gray DJ. 2000. Plant Tissue Culture Concepts and Laboratory Exercises. Boca Raton: CRC Press
Wetter LR and Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Diterjemahkan oleh Widianto MB. Bandung: ITB Press
Yuwono T. p2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: UGM Press.
.














LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN
(pembuatan media vw)
http://buliancitynet.files.wordpress.com/2011/01/unja-3d.jpg
DISUSUN OLEH :

NAMA      : INRA SITUMORANG
NIM           : D1A011034
KELAS     : AGRONOMI “A”

AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI