#adslayoutleft { position:fixed; top:10px; margin-left :335px; float:left; z-index:10; } #adslayoutleft .iklankiri { float:right; clear:both; } #adslayoutleftright { float:right; position:fixed; top:10px; margin-left:-800px; z-index:10; } #adslayoutleftright.iklankanan { float:left; clear:both; }

Friday, 29 November 2013



BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Kultur jaringan (tissue culture) merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman. Dasar teknik kultur jaringan adalah bahwa sel tanaman mempunyai sifat totipotensi yaitu kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang membentuk tanaman lengkap dalam medium aseptik yangmengandung unsur hara dan zat pengatur tumbuh yang sesuai.
Perkembangan kultur jaringan di Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan jalan di tempat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, tidaklah heran jika impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek di negara kita. Selain kesenjangan teknologi di lini akademisi, lembaga penelitian, publik dan pecinta anggrek, salah satu penyebab teknologi ini menjadi sangat lambat perkembangannya adalah karena adanya persepsi bahwa diperlukan investasi yang ’sangat mahal’ untuk membangun sebuah lab kultur jaringan, dan hanya cocok atau ‘feasible’ untuk perusahaan.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis anggrek spesies tersebar di hutan wilayah Indonesia. Potensi ini sangat berharga bagi pengembang dan pecinta anggrek di Indonesia, khususnya potensi genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial tinggi.
Potensi tersebut akan menjadi tidak berarti manakala penebangan hutan dan eksploitasi besar-besaran terjadi hutan kita, belum lagi pencurian terang-terangan ataupun “terselubung” dengan dalih kerjasama dan sumbangan penelitian baik oleh masyarakat kita maupun orang asing.
 Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena melalui kultur jarigan banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan metode konvensional.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu adanya pengetahuan tentang bagaimana proses pembuatan media dan teknik mengkultur agar dapat menghasilkan tanaman yang baik.
1.2   Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini agar kita dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan media biakan yaitu pembuatan Media Vaant and went (VW)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Tanaman
Media merupakan suatu bahan yang  sangat penting dalam  perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Suryowinoto, 1991).
Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsure murni, tetapi berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan kedalam media tumbuh, garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulul dilarutkan dalam konsentrasi tertentu, sehingga dalam media tumbuh nantinya jumlah tiap gram benar sesuai dengan ketentuan sebagai pelarut dipakai akuades (Yuwono, 2008).
2.1.1        Media MS (Murshige and skoog)
Media Murashige & Skoog (MS) merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit (Suryowinoto, 1991).
Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10 mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM (Wetter, 1991).
2.1.2        Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Potato dextrose agar merupakan salah satu media yang baik di gunakan untuk membiakkan suatu mikroorganisme, baik itu berupa cendawan/fungsi, bakteri,mauoun sel mahluk hidup. Potato dextrose agar merupakan paduan yang sesuai untuk menumbuhkan biakan (Winda, 2009). Agar-agar mengandung karbohidrat. Mengenyangkan dan menyegarkan bila disajikan dalam keadaan dingin, agar-agar bagus untuk usus karena mengandung serat. Bermanfaat bagi penderita hipertensi, kolestrol, dan diabetes, membuatnya juga mudah. ( Bagus, 2010).
Kebanyakan orang beranggapan yang dianggap mikroorganisme adalah semua organism sangat kecil yang dapat di biakkan dalam cawan petri atau incubator di dalam laboratorium dan mampu memperbanyak diri secara mitosis. Mikroorganisme berbeda dengan sel mikroorganisme. Mikroorganisme tidak bisa hidup bebas di alam melainkan menjadi bagian dari struktur multi selder yang membentuk jaringan, semtara itu sebagian besar mikroorganisme dapat menjalankan proses kehidupan mandiri, dapat menghasilkan energy sendiri, dan beradaptasi secara independen tanpa bantu sel lain (Andrew, 2012).
Karena extra potato (kentang) merupakan sumber karbohidrat, dextrose (gugusan gula, baik itu monosakarida atau polysakarida) sebagai tambahan nutrisi bagi biakan, sedangkan agar merupakan bahan media/tempat tumbuh bagi bikan yang baik, karena mengandung cukup air. (Winda 2009).
Agar-agar merupakan karbohidrat dengan molekul tinggi yang mengisi sel pada rumput laut. Agar-agar termasuk pada kelompok peletin dan tergolong suatu polimer yang terbentuk dari monomer glaktosa. Agar-agar juga bisa berbentuk bubuk dan dapat diperjual belikan (Bagus, 2010).
Media PDA (Potato Dextrose Agar) merupakan medium semisintetik. Media merupakan tempat dimana terjadi perkembangan organisme, organisme menyerap karbohidrat dari kaldu kentang dan gula serta dari agar yang telah dicampur. Hal ini lah yang menyebabkan mengapa kentang harus dipotong dadu, agar karbohidrat di kentang dapat di kelar dan menyatu dengan air sehingga menjadi kaldu. Semakin kecil permukaan maka semakin besar daya osmosirnya (Risda 2007).
Media tumbuh bagi mikroba memiliki keragaman dalam hal tipe nutrisi tergantung mikroba yang mengimbanginya. Sumber nutrien bisa berasal dari alamiah maupun buatan seperti campuran zat-zat kimiawi. Media dituang kedalam wadah-wadah selain sesuai juga disterilkan sebelum digunakan (Bagus, 2010).



BAB III
METODOLOGI
       3.1 Tempat dan Waktu
            Praktikum pembuatan media dilaksanakan di Laboratorium kultur jaringan, Universitas Jambi, pada hari selasa, 26 November2013 pukul 12.30 sampai selesai.
3.2  Alat dan Bahan
Pada kultur jaringan alat-alat yang digunakan pada praktikum kultur jaringan adalah botol kultur dan tutupnya,dissecting kit, timbangan analitik, wrapping plastic, cawan petri/kaca blok, label, tissue, laminar air flow, autoclave, bahan kimia untuk media biakan, ph meter, aluminium foil, dan pipet mikro/pipet, Erlenmeyer, gelas ukur, dan alat tulis menulis.
            Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kultur jaringan adalah, gelas kultur, plastik transparan, karet gelang, plastic tahan panas,gula,air kelapa, Air Aquadest,agar-agar 1000 mg NH4NO3, 1050 mg KNO3 ,500 mg KH2PO4  500 mg (Ca2)3PO4 , 5000 mg MgSO4 , 14 mg MnSO4.4H2O
,56 mg Fe3-Tartrat,20 g Sukrosa,.
3.3  Prosedur Kerja

1. Memasukkan 1000 mg (NH4)2NO3 kedalam elenmeyer, ditambahkan 1050 mg KNO3, 500 mg KH2PO4, 5000 mg MgSO4.7H2O, 14 mg MnSO4.4H2O, 500 mg (Ca2)3PO4 dan Fe3-Tartrat 56 mg.
2. Mengencerkan hingga volumenya 1000 mL, dan ditambahkan sukrosa 20 g dan agar 7 g.
3. Mengaduk larutan menggunakan magnetic stirrer dan memanaskannya dengan hotplate. Kemudian larutan didinginkan.
4. Membuat media dengan konsentrasi air kelapa 20% dengan cara masukan larutan sebanyak 200 mL dan ditambahkan tambahkan air kelapa 50 mL.
5. Mengkondisikan larutan agar pHnya 5,6 dan media disterilisasi dalam autoclove





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Foto  Foto
Media kultur yang baik, selain dapat dapat menyediakan seluruh kebutuhan tanaman juga harus steril dari kontaminasi. Media Vaant and went (VW), dalam praktikum ini semua media berhasil ditandai dengan media yang padat yaitu tidak mengalami pengenceran



4.2  Pembahasan
Media yang di buat dengan berbagai komposisi dengan nama yang berbeda dapat digunakan sebagai media tumbuh eksplan. Media yang digunakan dalam penanaman adalah media yang steril sebab media yang kontam tidak akan dapat menjadai media tumbuh explan.
Media VW yang ditambahkan air kelapa banyak digunakan dalam penggunaannya, Selain  itu, air kelapa  juga mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat  tumbuh sitokinin)  yang mempunyai  kemampuan  dalam merangsang  pembelahan  dan  diferensiasi sel,  terutama dalam hal pembentukan pucuk  tanaman dan pertumbuhan akar  (Hess, 1975 didalam Widiastoety et al., 1997). Selain  itu, air kelapa  juga mengandung karbohidrat yang  merupakan  bahan  dasar  untuk  menghasilkan  energi  dalam  proses  respirasi  dan  bahan pembentukan  sel-sel  baru.  Penggunaan  air  kelapa  tua  kurang  berdampak  positif  karena kandungan  zat  hara  dalam  air  kelapa  tersebut  telah  tidak mencukupi  lagi  bagi  kebutuhan tanaman.  Dalam  hal  ini,  unsur-unsur  hara  tersebut  telah  digunakan  untuk  pembentukan daging buah air kelapa (Widiastoety et al., 1997).




BAB V
PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Untuk membuat suatu media diperlukan beberapa komponen umum, antara lain: hara makro, hara mikro, asam amino dan N organik, gula, senyawa kompleks alami, vitamin, buffer, arang aktif, ZPT, dan bahan pemadat.
Selain peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu faktor utama dalam keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam.Media kultur jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media dapat digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau digunakan pada kultur.

 



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Pengenalan Alat Laboratorium Bioteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.
Suryowinoto, 1991.Kultur jaringan. http://mail.uns.ac.id/~subagiya/struktur. Diakses pada tanggal 09 Maret 2013.
Trigiano, RN and Gray DJ. 2000. Plant Tissue Culture Concepts and Laboratory Exercises. Boca Raton: CRC Press
Wetter LR and Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Diterjemahkan oleh Widianto MB. Bandung: ITB Press
Yuwono T. p2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: UGM Press.
.














LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN
(pembuatan media vw)
http://buliancitynet.files.wordpress.com/2011/01/unja-3d.jpg
DISUSUN OLEH :

NAMA      : INRA SITUMORANG
NIM           : D1A011034
KELAS     : AGRONOMI “A”

AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI